Senin, 19 Desember 2011

landasanpendidikanPancasila

A. Landasan Pendidikan Pancasila
a. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman
kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa
Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka
dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat
hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda
dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father)
dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila)
dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan
pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di
tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran
berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara
obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau
bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
b. Landasan Kultural
Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki
dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual
seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia
sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi
filosofis para pendiri negara. Oleh karena itu generasi penerus terutama
kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji
karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti
mengembangkan sesuai dengan tuntutan jaman.
c. Landasan Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di
Perguruan Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang
pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang
terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi
mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3
dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai
kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai
manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah
terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan
bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar
mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali
masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu
memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.
d. Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa
Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk
secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah
sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan
kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap aspek
penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk
sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam
realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan
suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan
kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial
budaya, maupun pertahanan keamanan.
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
Dengan mempelajari pendidikan Pancasila diharapkan untuk
menghasilkan peserta didik dengan sikap dan perilaku :
1. Beriman dan takwa kepada Tuhan YME
2. Berkemanusiaan yang adil dan beradab
3. Mendukung persatuan bangsa
4. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas
kepentingan individu/golongan
5. Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam
masyarakat.

Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan
mampu memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten
dengan cita-cita dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.
C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus
memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu
dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
- berobyek
- bermetode
- bersistem
- bersifat universal


1. Berobyek

Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan
obyek materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu
dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers
(Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila
adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian
Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia
sebagai kausa materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek materia
pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya
dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa
lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya,
Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia non empiris
non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang
tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.
2. Bermetode
Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka
pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat
obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada
karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah satu metode adalah
“analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh
karena obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek
sejarah maka sering digunakan metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk
menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis”
serta metode “pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut
senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan
kesimpulan.
3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan
utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan
antara bagian-bagian saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling
hubungan maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan
Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan
(majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila
Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.
4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya
kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun
jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain intisari,
esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya
bersifat universal.
Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan
dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik
pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan
oleh macam pertanyaan ilmiah sbb :
Deskriptif suatu pertanyaan “bagaimana”
Kausal suatu pertanyaan “mengapa”
Normatif suatu pertanyaan “ kemana”
Essensial suatu pertanyaan “ apa “
1. Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan
suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif
berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta
kajian tentang kedudukan dan fungsinya.
2. Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan
jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan
kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa
materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga
berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai
sumber segala norma.
3. Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu
ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan
secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen)
dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.
4. Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab
suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu.
Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu
pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila
(hakekat Pancasila).
Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan
Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam
kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga meliputi
pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan. Realisasi Pancasila dalam
aspek penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma
hukum maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek
penyelenggaraan negara.
Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan Pancasila yuridis
kenegaraan adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan
normatif. Sedangkan tingkat pengetahuan essensial dibahas dalam bidang
filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila sampai inti sarinya, makna
yang terdalam atau membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat hakikatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar